Doa yang Mereka Aminkan

Bagi mereka yang saling mencinta, berharap Tuhan memintal benang takdir mereka dalam gulungan yang sama…

Suatu hari di bulan Agustus, salah seorang teman metadata saya -na! bolehkah saya sebut teman pada orang yang lebih tua?- mengabarkan sebuah berita yang menggembirakan. “Ya, beberapa hari lalu, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Negara kita tercinta ini, saya memerdekakan diri dari status bujangan.” tulisnya dalam sebuah postingan di blog miliknya. Bagi saya ihwal pernikahan merupakan salah satu yang patut disyukuri. Terlebih bagi kami para santri. Hanya pada saat tertentu saja diizinkan pulang oleh pihak dayah. Salah satunya adalah perkawinan sanak saudara. Maka perkawinan semacam alasan terselubung untuk angkat kaki sejenak dari dayah. Berhenti belajar sebentar sembari menikmati aneka masakan Aceh yang biasanya hanya akan dimasak pada saat pesta perkawinan.

Bagi saya pernikahan bisa saja digambarkan dengan kata apapun, tapi tidak dengan kata sederhana. Bak menceraikan angin dari awan. Sebuah ikatan yang tidak akan pernah terlepas. Bagai mengikat simpul sepatu dengan ikat mati. Sekali terikat akan sukar untuk menguraikannya. Umur belum genap 18 tahun namun saya sudah berfikir bahwa menikah memiliki nilai yang linear terhadap tanggung jawab, syukur, tabah dan kemapanan. Maka menikah adalah sebuah sumpah suci. Merayakannya dengan awal yang berkah tentu sebuah hal berbahagia. Hampir setiap kaum dan kabilah menyambutnya dengan pesta. Tak jarang menghabiskan malam hari yang panjang dan biaya yang cukup banyak. Tapi disitulah penghargaan terhadap sebuah ikatan yang baru saja terjalin secara kuat…

Bang Ari [buzzerbeezz.wordpress.com], sebagai salah seorang blogger yang pertama kali saya kenal di dunia maya, saya memiliki semacam ikatan yang tak tampak dengannya. Bit-bit kami saling bersentuhan membentuk sebuah memori yang hangat meski tangan tak pernah menjabat. Karena itu ketika mendengar kabar tentang pernikahannya, saya tergerak membuat semacam kenang-kenangan buat dia. Oh, karena sudah menikah berarti buat mereka :)

Tak pelak ide pertama yang langsung terbersit adalah kartu pos karena seperti kupu-kupu dan lebah yang kompak menyukai kembang; kami sama-sama menyukai kartu pos. Dengan bantuan dari seorang teman yang lihai mengutak-atik photoshop, saya mempermaknya menjadi sesuatu yang -saya harap- pantas untuk dikenang. Dan mungkin akan ada saat dimana kartu pos saya turut memainkan melodi kehidupan dalam ikatan mereka. Barakallahu lakuma…

Disini, meski senyum tak pernah kita gariskan dan wajah tak pernah bersitatap di realita sebenarnya, saya senantiasa mendoakan keluarga muda ini. Semoga Allah menumbuhkan kecambah-kecambah tawa dalam keluarga mereka dengan hadirnya seorang buah hati yang salih dan salihah serta mengkekalkan cinta mereka hingga sangkakala bergaung…

2013_11_01

*I write this as a feedback to his post which also talked about this card. :)